Loading...

Cara Efektif Pengendalian Hama Ulat Grayak Pada Tanaman Padi

Sponsored Links
.
Loading...
Ulat grayak ini menyerang tanaman padi pada semua stadia. Serangan terjadi biasanya pada malam hari sedangkan siang harinya larva ulat grayak bersembunyi pada pangkal tanaman, dalam tanah atau di tempat-tempat yang tersembunyi. Seranga ulat ini memakan helai-helai daun dimulai dari ujung daun dan tulang daun utama ditinggalkan sehingga tinggal tanaman padi tanpa helai daun. Pada tanaman yang telah membentuk malai, ulat grayak seringkali memotong tangkai malai, bahkan ulat grayak ini juga menyerang padi yang sudah mulai menguning . Batang padi yang mulai menguning itu membusuk dan mati yang akhirnya menyebabkan kegagalan panen. Serangan saat padi menguning atau keluar malai inilah yang sangat merugikan petani.
Ulat grayak mempunyai sifat polyfag (makan semua tanaman) sehingga ulat grayak bukan hanya menyerang tanaman padi, tetapi ulat grayak (Spodoptera litura) malah lebih sering menyerang tanaman cabai, bawang merah, dan kedelai. Hama ini dapat menyerang suatu tanaman dengan sangat cepat, bahkan dalam sehari suatu tanaman dapat habis daunnya karena diserang oleh gerombolan ulat grayak. Organisme pengganggu tanaman (OPT) ini menggrogoti bagian daun mulai dari tepi hingga bagian atas atau bawahnya bahkan hingga tersisa epidermisnya saja. Jika daun suatu tanaman rusak, maka tanaman tidak dapat fotosintesis dan tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman tersebut.
Serangga dewasa dari jenis Leucania Separata memiliki ukuran panjang bentangan sayap depan antara 45 - 50 mm dengan warna bervariasi antara merah bata sampai coklat. Serangga ini berumur 3 - 7 hari dan untuk seekor serangga betina ini dapat bertelur sebanyak 80 - 230 butir.
Serangga dewasa jenis Spodoptera litura, memiliki ukuran panjang badan 20 - 25 mm, berumur 5 - 10 hari dan untuk seekor serangga betina jenis ini dapat bertelur 1.500 butir dalam kelompok-kelompok 300 butir. Serangga ini sangat aktif pada malam hari, sementara pada siang hari serangga dewasa ini diam ditempat yang gelap dan bersembunyi.
Serangga ini memiliki telur dengan bentuk bulat. Telur dari serangga Leucania separata susunannya diletakkan dalam 2 barisan dalam gulungan daun atau pada pangkal daun permukaan sebelah bawah, dengan ukuran 0,5 x 0,45 mm, berwarna putih abu-abu dan berubah menjadi kuning sebelum menetas. Sedangkan serangga Spodoptera F susunan telurnya diletakkan dalam kelompok tiap kelompok tersusun oleh 2 - 3 lapisan telur, dan kelompok telur tertutup oleh bulu-bulu pendek berwarna coklat kekuningan dengan umur telur 3 - 4 hari.
Larva Leucania separata memiliki jumlah instar 6 dengan ukuran instar 1 panjang 1,8 mm dan instar 6 panjang 30 - 35 mm berwarna hijau sampai merah jambu dan berumur 14 - 22 hari. Pada bagian punggungnya terdapat 4 garis berwarna hitam yang membujur sepanjang badan.
Larva Spodoptera litura memiliki jumlah instar 5 dengan ukuran instar 1 panjang 1,0 mm dan instar 5 panjang 40 - 50 mm berwarna coklat sampai coklat kehitaman dengan bercak-bercak kuning dan berumur 20 - 26 hari. Sepanjang badan pada kedua sisinya masing-masing terdapat 2 garis coklat muda.
Serangga ulat Grayak perlu diwaspadai karena pada siang hari tidak tampak dan biasanya bersembunyi di tempat yang gelap dan didalam tanah, namun pada malam hari melakukan serangan yang hebat dan bahkan dapat menyebabkan kegagalan panen, mungkin itulah sebabnya maka serangga ini disebut sebagai ulat grayak.
Pada lahan sawah yang kering sering sekali terserang oleh hama ulat grayak oleh karena itu, untuk pengendalian ulat grayak ini kondisi tanah sawah hendaknya diari dan perlu pengamatan lebih awal agar tidak terjadi serangan yang hebat.
Pengamatan awal dapat dilakukan dengan cara apabila ada kupu-kupu atau ngengat serta terlihat adanya telur serangga dapat dilakukan dengan cara mekanis yaitu menangkap kupu-kupu dengan menggunakan jaring serta membunuh telur-telur serangga yang dijumpai.
Meskipun umur larva atau ulat grayak ini berkisar 20 - 26 hari, namun perlu diwaspadai karena larva atau ulat ini dapat menyerang hampir semua fase pertumbuhan tanaman termasuk padi pada semua stadium pertumbuhan.
Setelah 20 - 26 hari ulat ini hidup dan menyerang tanaman, maka ia akan berubah menjadi kepompong dan selanjutnya berubah jadi kupu-kupu. Kupu-kupu bertelur dan setelah 4 - 5 hari akan menetas menjadi ulat atau larva yang akan menyerang tanaman.
(sumber:www.cybex.deptan.go.id)

Kalau diringkas bioekologi hama ulat grayak adalah sebagai berikut :
bioekologi ulat grayak


  1. Insektisida nabati adalah ekstrak tanaman yang mempunyai sifat-sifat insektisida. Azadirachtin yang diekstrak dari daun dan biji mimba (Azadirachta indica) merupakan salah satu metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif insektisida. Azadirachtin berperan sebagai penghambat pertumbuhan dan proses metamorfosis, penghalang kegiatan makan, penolak kehadiran serangga (repellent), dan pemandul serangga (sterillant) (Shetlar dan Hale, 2008). Insektisida nabati dengan bahan aktif azadirachtin efektif terhadap ulat grayak. Serbuk biji mimba (50 g/l air) mampu mematikan ulat instar III sebesar 67% - 83% (Indiati, 2009; Koswanudin, 2002). Insektisida ini memiliki sifat, antara lain persistensinya singkat sehingga diperlukan aplikasi berulang agar mencapai keefektifan maksimal (Indiati, 2009).
  2. Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, bersifat aerobik, dan membentuk spora. Bakteri ini mengandung protein kristal (δ-endotoksin) dalam inclusion body yang menyebabkan paralysis pada usus sehingga serangga berhenti makan dan mengakibatkan kematian (Bahagiawati, 2002). Bt var kustaki mudah diproduksi dan efektif terhadap ulat grayak. Nilai LC50 dalam waktu 72 jam untuk ulat instar III sebesar 259,895 ppm (Nurramdhan, 2005). Bt memiliki daya racun rendah, residu rendah, degradasi lambat, dan aktivitas kontak terbatas. Keberhasilan Bt bergantung pada kegiatan monitoring dan aplikasi bila serangga dalam siklus hidup yang rentan (Williamson, 1999).
  3. Metarhizium anisopliae adalah cendawan patogen pada berbagai jenis serangga dan bersifat saprofit di dalam tanah. Cendawan ini memiliki kapasitas reproduksi tinggi, siklus hidup pendek, dapat membentuk spora yang tahan lama di alam walaupun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif aman, bersifat selektif, relatif mudah diproduksi, dan tidak mengakibatkan resistensi (Hall, 1973). Spora (disebut juga konidia) yang kontak dengan tubuh serangga inang akan berkecambah kemudian mempenetrasi kutikula dan berkembang dalam tubuh serangga yang mengakibatkan kematian. Pengaruh mematikan ini dibantu oleh racun yang disebut destruxin. Kutikula ulat mati mengeras seperti mumi dan tumbuh spora berwarna putih yang kemudian menjadi hijau bila kelembaban cukup tinggi (Wikipedia, 2009). Cendawan patogen serangga ini mudah diperbanyak dan efektif terhadap ulat grayak. Konidia dengan konsentrasi 107/ml yang diaplikaskan satu kali mampu mematikan ulat grayak hingga 40% sedangkan yang diaplikasikan tiga kali meningkat menjadi 83% (Prayogo et al., 2005).
  4. Nomuraea rileyi adalah cendawan patogen pada berbagai jenis serangga. Spora cendawan ini menempel pada tubuh serangga kemudian berkecambah dan mempenetrasi dinding tubuh. Di dalam tubuh ulat, cendawan ini merusak jaringan dengan menggunakan mikotoksin yang dihasilkannya. Akibatnya, metabolisme ulat terganggu, aktivitas makan menurun, dan akhirnya mati dengan tubuh seperti mumi. Sporulasi cendawan dimulai 1-2 hari setelah ulat mati (Deacon, 1983). Cendawan patogen serangga ini mudah diperbanyak dan efektif terhadap ulat grayak. Aplikasi dilakukan melalui penyemprotan spora dengan dosis 500 l/ha. Nilai LC50 cendawan ini untuk ulat grayak instar IIIsebesar 1,471 x 106 spora/ml (Suparjiyem et al., 2006).
  5. Steinernema dan Heterorhabditis adalah nematoda yang mampu menginfeksi berbagai jenis serangga karena masing-masing bersimbiosis-mutualistik dengan bakteri patogen Xenorhabdatus dan Photorhabdusdalam saluran pencernakan (Kaya dan Gaugler, 1993). Stadia instar III yang disebut juvenil infektif (JI) hidup bebas di dalam tanah, masuk ke dalam tubuh serangga melalui lubang mulut, anus, atau spirakel dan membran antar ruas integumen (U Mass Extension, 2000) Di dalam rongga tubuh serangga, JI melepaskan bakteri simbionnya. Bakteri memperbanyak diri, membunuh serangga melalui proses peracunan darah serangga (septicaemia) dan menyediakan kondisi lingkungan hidup yang sesuai bagi pertumbuhan dan reproduksi nematoda. Setelah 1-2 minggu, JI baru yang terbentuk meninggalkan tubuh serangga mati dan mencari inang baru.Steinernema dan Heterorhabditis efektif terhadap ulat grayak. Pada dosis 500 JI/ekor ulat, kedua jenis nematoda tersebut mampu mematikan ulat grayak 98% (Chaerani dan Suryadi, 1999). Nematoda diaplikasikan di lapang dengan dosis 109 JI/ha (Biogen, 2004).
  6. NPV (nuclear-polyhedrosis virus) adalah virus patogen serangga berbentuk batang dan terdapat di dalam inclusion body yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak, terdapat di dalam inti sel yang rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa, badan lemak, hipodermis, dan matriks trakea. NPV memiliki sifat menguntungkan, antara lain: a) inangnya spesifik, b) tidak membahayakan musuh alami, manusia, dan lingkungan, (c) dapat mengatasi masalah resistensi hama terhadap insektisida, dan (b) kompatibel dengan taktik PHT lainnya, termasuk insektisida kimiawi (Arifin et al., 1995).
  7. Ulat grayak yang terinfeksi SlNPV (Spodoptera litura nuclear-polyhedrosis virus) tampak berminyak, disertai dengan membran integumen yang membengkak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat-kemerahan, terutama pada bagian perut. Ulat cenderung merayap ke pucuk tanaman kemudian mati dalam keadaan menggantung dengan kaki semunya pada bagian tanaman. Bioinsektisida SlNPV dengan dosis 500 g/ha (setara dengan 1,5 x 1011 PIBs/ha) yang diaplikasikan dua kali dalam selang seminggu, masing-masing dengan dosis 250 g/ha, efektif terhadap ulatgrayak pada kedelai. Perlakuan SlNPV tersebut menurunkan populasi ulat 91% lebih rendah dan menyelamatkan kehilangan hasil 14% lebih tinggi daripada perlakuan insektisida (Arifin et al., 1995).
  8. Feromon serangga adalah senyawa yang dihasilkan oleh serangga betina dan merupakan sarana komunikasi dengan serangga lain dari spesies sama. Feromon digunakan oleh serangga untuk daya tarik seksual, berkumpul, berpencar, peletakan telur, dan tanda peringatan. Khusus seks feromon, ada empat kegunaannya dalam program pengendalian hama, yakni sebagai bahan perangkap, monitoring penerbangan, deteksi dan monitoring populasi, serta pengganggu perkawinan bagi serangga jantan (Williamson, 1999). Umumnya senyawa ini tidak digunakan secara efektif untuk mengendalikan hama, tetapi digunakan sebagai bahan perangkap dalam kegiatan pemantauan populasi hama. Ilmuan telah mampu menganalisis kimia dari seks feromon dan memproduksinya secara sintetik di laboratorium (Suharto, 1996). Sebanyak tiga buah perangkap berisi seks feromon yang dipasang pada pertanaman kedelai umur 1-5 minggu mampu menarik ngengat ulat grayak sebanyak 417-615/ha (Chiu et al., 1993).
  9. Faktor lingkungan, terutama sinar surya 290 hingga 400 nm, dapat menginaktivasi patogen serangga (bakteri, cendawan, virus, dan protozoa). Umur paruh berbagai tipe inokulum (konidia, spora, virion, dan toksin) yang disinari sinar surya tercapai dalam 1 jam untuk patogen serangga sensitif dan 96 jam untuk patogen serangga resisten (Ignoffo, 1992).
(sumber:www.kompasiana.com)

Tips cara mengendalikan ulat grayak pada tanaman padi bisa dilakukan dengan :
  1. Monitoring atau pemantauan. Setiap waktu kita harus waspada dan paling lama seminggu sekali maspary mengajak rekan-rekan petani untuk mengamati tanaman padi kita. Kiat cari ada hama apa saja pada tanaman kita serta kita amati gejala-gejala serangan hama maupun penyakit yang ada. Dengan pengamatan secara dini otomatis kita akan cepat mendeteksi adanya serangan hama ulat grayak. Kalau kita mengetahui secara awal serangan hama tersebut maka dengan mudah kita bisa mengendalikan hama tersebut. Maksudnya kalau ulat masih kecil (instar I sampai III) itu masih mudah mati dengan insektisida yang murah-murah karena kulitnya masih tipis sehingga bisa dibunuh melalui racun kontak. Seperti bahan aktif : fipronil, betasiflutrin, deltametrin, lamdasihalotrin, alfasipermetrin dll
  2. Kalau serangan belum parah kita bisa melakukan tindakan pengendalian secara mekanik, yaitu mengambili ulat maupun kepompong ulat grayak tersebut. Ulat dan kepompong ulat grayak tersebut bisa kita manfaatkan untuk pakan ayam, lele atau piaraan kita yang lain. Bahkan kalau mau ulat dan kepompong tersebut bisa kita goreng atau dibikin peyek untuk lauk kita. Menurut penelitian yang pernah maspary baca, ulat maupun kepompong mempunyai kandungan protein yang sangat tinggi.
  3. Dengan cara perendaman. Maksudnya kita airi sawah kita agar ulat grayak yang bersembunyi di dalam tanah terendam dan akhirnya mati kehabisan nafas.
  4. Setelah siang kita rendam malamnya kita harus melakukan pemantauan, biasanya si ulat grayak akan keluar. kalau memungkinkan pada malam hari itu juga kita lakukan penyemprotan dengan insektisida. Menurut maspary, Jika ulatnya sudah besar biasanya sangat sulit dikendalikan dengan insektisida. Kita harus pandai-pandai memilih insektisidanya. Saran maspary jika larva ulat grayak sudah gede harus disemprot dengan insektisida yang bekerja sebagai racun perut yang kuat seperti Larvin milik PT.Bayer atau menggunkan Poxim milik PT.Indagro. Bisa juga menggunakan insektisida biologis yang lebih ramah terhadap lingkungan (bacillus thuringiensis).  Xenthari, Thurex atau dipel. Karena menurut pengalaman maspary baik itu dipel, xenthari atau thurex merupakan racun perut ulat yang sangat kuat. Atau mungkin rekan-rekan ada alternatif insektisida racun perut yang lain bisa digunakan.
Sponsored Links
Loading...
loading...
Flag Counter