Loading...

Peluang Budidaya Jeruk Bali yang Masih Menguntungkan

Sponsored Links
.
Loading...
Jeruk bali merupakan jenis buah dengan nama latin Citrus maxima atau Citrus grandis. Jeruk berkulit tebal ini bernama pomelo di pasar internasional. Di Indonesia, buah ini banyak ditemui saat musim panen di bulan Juni hingga Agustus.

Sampai saat ini asal mula jeruk bali masih menjadi teka-teki. Namun yang pasti saat ini salah satu lokasi budidaya jeruk bali yang terkenal bukan Bali, melainkan Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Di Pati, warga menyebutnya jeruk bali madu. Karena rasanya yang manis, jeruk bali madu banyak dikonsumsi secara langsung.

Sukir, pembudidaya jeruk bali madu di Pati menuturkan, setiap tahun konsumsi jeruk bali madu terus mengalami peningkatan. "Kadang pasokan tidak bisa mencukupi seluruh permintaan," katanya. Selain di konsumsi langsung, ada juga yang memanfaatkan kulit jeruk bali untuk manisan. 

Sukir memiliki lahan budidaya jeruk bali madu seluas kurang lebih 2 hektare dengan 350 pohon. Dari kebun jeruk bali, Sukir setiap kali panen mendapatkan total 15 ton jeruk bali. "Harga per kilo mencapai Rp 11.000," katanya. Hitung punya hitung, ia mengantongi duit penjualan sekitar Rp 165 juta sekali panen.

Harga jual jeruk bali madu, menurut Sukir terus meningkat setiap tahun. Sebagai pembanding, pertama kali memanen jeruk bali madu pada tahun 1989, Sukir menjual seharga Rp 500 per kilogram (kg). 

Pada waktu itu, pangsa pasar jeruk bali madu hanya di pasar tradisional. Sedangkan saat ini pasarnya sudah mencapai mal dan pasar modern. "Pada tahun 2006 saya sudah mulai masuk ke mal," katanya. Berkat perluasan pasar seperti lewat pameran dan toko-toko buah besar, Sukir berhasil menikmati harga yang lebih stabil.

Peningkatan permintaan jeruk bali juga dikatakan Lily, penjual jeruk bali jenis nambangan dari perkebunan di Pacitan dan Ponorogo. Menurutnya jeruk bali hanya ada saat musim panen. "Sekitar bulan Juni hingga Agustus. Penjualan bisa mencapai lima truk," katanya.

Satu truk berisi sekitar seribu buah jeruk bali dengan harga Rp 6.000 per buah. Dengan harga itu, setiap kali panen Lily bisa mendapatkan omzet hingga sekitar Rp 30 juta.

Bahkan Achmad Jani Rudiyanto, pemilik CV Horti Prima di Bogor mengatakan dalam sepekan dirinya mendapat permintaan 1 ton jeruk bali. Pasokan jeruk dia dapatkan dari pengepul di Yogyakarta dan Klaten seharga Rp 10.000 hingga Rp 14.000 per kg. Ia lalu menjual kembali dengan harga sekitar Rp 17.500 untuk berat standar 1,5 kg.

Petani jeruk bali madu dari Pati yang lain, Suhadi, mengatakan walau hanya menanam di pekarangan seluas 25 m2, namun tiap pohon dia mampu memanen 10 kg hingga 20 kg.

Sehingga dengan lima pohon yang dimiliki, dia bisa memanen sekitar 60 kg. Sebab berat tiap buah jeruk berkulit tebal ini mulai dari 0,8 kg hingga 4,5 kg. "Saya menjual jeruk bali ini ke pengepul dengan harga rata-rata Rp 10.000 per kg," katanya.

Soal persaingan dengan jeruk bali impor, Sukir mengungkapkan bahwa selama ini jeruk bali atau pomelo dari Malaysia dan Hongkong dihargai lebih tinggi di pasaran. Hal itu karena citra jeruk impor yang lebih baik dibandingkan dengan jeruk lokal walau soal kualitas tidak kalah.

Terlebih lagi, saat ini pasokan jeruk bali dalam negeri sedang menurun. Kondisi cuaca yang kurang bagus membuat tanaman jeruk bali tidak berbuah. "Buah yang tumbuh pun kurang manis, ukurannya juga lebih kecil," kata Sukir.
Sumber : http://peluangusaha.kontan.co.id/news/budidaya-jeruk-bali-masih-manis-1-1
Sponsored Links
Loading...
loading...
Flag Counter